Home » » Jerat Asmara Janda Kembang

Jerat Asmara Janda Kembang

Written By Unknown on Senin, 11 November 2013 | 21.03


Selepas SMP aku merantau ke kota X di Jawa untuk melanjutkan SMA dan kos dekat sekolah. Setahun tinggal di sana aku punya langganan salon potong rambut yang semua pegawainya perempuan. Salah satu kapsternya yang bernama Virgo (bukan nama sebenarnya) adalah favoritku karena bisa mengikuti model potongan rambut yang kuinginkan.

Usia Virgo sama dengan usiaku, tapi ia terlihat lebih dewasa. Wajahnya lumayan manis. Gaya berdandannya juga modis. Aku merasa kehilangan dia waktu dia cuti menikah. Aku menyempatkan diri datang ke pesta pernikahannya. Di situ aku tahu kalau Virgo dapat suami seorang guru STM. Waktu itu aku kelas 3. 

Tapi ketika aku kembali lagi ke salon itu, ternyata Virgo tidak lagi bekerja di situ. Kata teman sesama kapster, Virgo keluar dari kerjanya karena hamil. Selidik punya selidik, ternyata Virgo menikah karena hamil duluan. Sejak itu aku tak pernah datang ke salon itu lagi karena selain Virgo tak satupun kapsternya yang sesuai seleraku dalam hal memotong dan menata rambut.

Begitu masuk perguruan tinggi aku pindah kos lagi yang dekat dengan kampus. Suatu ketika tanpa sengaja aku bertemu dengan Virgo di pasar malam. Dia berjualan baju di salah satu lapak. Karena sudah kenal akrab, aku dan Virgo ngobrol dan bercanda di situ. Obrolan terhenti jika ada pembeli datang.

Waktu kutanya bagaimana kabar suami dan anaknya, Virgo menjawab terus terang kalau ia sudah cerai dan anak semata wayangnya ikut suaminya. Aku merasa prihatin dengan nasib Virgo. Tapi aku tak berani tanya macam-macam tentang masalahnya. Aku menghiburnya dengan membeli beberapa potong baju dan celana pendek.

Setelah pertemuan di pasar malam itu cukup lama juga aku tak bertemu dengan Virgo. Mungkin sekitar 5 bulan. Setelah sekian lama tak bertemu, tiba-tiba saja Virgo muncul di kosan (rumah kos)ku pagi-pagi. Kehadirannya pun membawa sensasi luar biasa bagi diriku dan kehidupanku beberapa tahun berikutnya. Wah! Sensasi apa ya?

Begini ceritanya. Kosan tempat aku tinggal berbentuk seperti rumah biasa, di mana ada ruang tamu di bagian depan yang bersebelahan dengan garasi. Di bagian belakang ada halaman yang agak luas dan di sekeliling halaman ada 10 kamar kos dan 4 kamar mandi. Kamarku berada paling ujung. Setiap penghuni di kosan ini memegang prinsip TST (tau sama tau). Artinya, jika ada penghuni yang membawa tamu perempuan ke kamar, yang lain sudah maklum.

Selama ini aku tak pernah mengunci pintu saat tidur. Makanya ketika Virgo datang pagi itu, ia nyelonong saja ke dalam kamarku setelah diberitahu teman kosanku letak kamarku. Waktu ia masuk, aku sedang tidur karena semalam begadang mengerjakan tugas kuliah dan baru tidur jam 4 pagi. Antara sadar dan tidak, aku merasakan sebuah kenikmatan. Dengan berat kubuka mataku. Aku seakan tak percaya dengan penglihatanku. Ternyata Virgo sedang mengulum dengan bernafsu. 

Aku yang tak menyangka akan mendapat kejutan tak mampu melakukan apa-apa selain menggeliat dan mengerang merasakan hisapan Virgo yang luar biasa. Nikmatnya sampai ke ubun-ubun. Hingga ketika saatku tiba, aku mengimbangi gerakan Virgo dengan menaik-turunkan pinggulku. Virgo tampaknya tahu apa yang akan terjadi. Bukannya menghentikan hisapan agar aku bisa memancarkan laharku ke lantai, justru ia makin mempercepat gerakannya. Dan… aku meregang mencapai klimaks, sementara mulut Virgo terus saja bekerja tapi dengan intensitas makin pelan. 

Sulit kupercaya. Virgo menelan habis cairanku tanpa sisa. Aku masih merasakan geli saat ia sesekali menyedot dan memainkan lidahnya di bagian ujungku. Kulihatku “pistol”ku bersih. Mengkilap. Ya, mengkilap karena basah oleh liur Virgo. 

Setelah itu ia memandangku yang sedang terpesona dengan “service”nya sambil menyunggingkan senyuman nakal dan bertanya, “Enak nggak?”. Tangannya masih mengusap lembut “pistol”ku yang lunglai.

Jelas itu pertanyaan retorika yang tak butuh jawaban. Dan kejadian itu mengubah pandanganku terhadap Virgo. Ia bukan lagi sekedar sebagai teman, tapi aku bisa menuntut lebih. Jika waktu bertemu di pasar malam aku agak sedikit menjaga jarak karena ia sudah bersuami walaupun kemudian bercerai, sejak pagi itu aku berani bersikap lebih. Menyentuhnya, menjamahnya, dan melumat bibir ranumnya.



Aku keluar sebentar untuk cari sarapan buat kami berdua, dan setelah makan, kami terlibat dalam percumbuan dan pergumulan yang menggelora. Meski masih muda, tapi Virgo sangat piawai di ranjang. Hanya dalam waktu singkat aku sudah KO dengan cairanku dihisap habis olehnya.

Sebelum pulang Virgo minta tolong padaku untuk meminjaminya sejumlah uang. Karena nilainya tak terlalu besar dan kebetulan aku punya, kupinjami ia uang. Ia berjanji satu bulan lagi akan mengembalikannya.

Sebetulnya, aku sedang PDKT dengan salah seorang mahasiswi di kampus, tapi sejak kebersamaan intimku dengan Virgo pagi itu, aku mundur teratur. Aku berharap Virgo akan lebih sering datang padaku untuk mereguk kenikmatan bersama. Aku menimba ilmu dari teman-teman kosanku yang telah lama “jam terbangnya” tentang bagaimana agar bisa “tahan lama”, sehingga aku bisa mengimbangi “keganasan” Virgo di ranjang.

Delapan bulan berlalu, namun Virgo tak pernah menampakkan batang hidungnya. Jujur saja, bukan soal uang yang kutunggu dari Virgo agar datang ke kosanku, tapi kehangatan ranjang bersamanya. Ia telah merenggut keperjakaanku dan meracuniku dengan kenikmatan seksual yang membuatku ingin mengulanginya lagi. 

Tak disangka-sangka, ketika siang itu aku berkemas-kemas akan pulang ke kampung halaman untuk mengisi waktu libur semesteran, Virgo muncul di depan kamarku. Sontak jantungku berdebar kencang. Girang. Tapi aku berusaha menyembunyikan kegembiraanku. Aku bersikap biasa saja dan mempersilakannya masuk. 

Sambil membaringkan tubuhnya di ranjang, virgo minta maaf padaku dan menjelaskan kalau ia belum bisa membayar hutangnya. Kubilang, aku tak peduli dengan uangku. Lalu aku kunci pintu dan tanpa bicara lagi kucumbui Virgo dengan penuh nafsu. Virgo membalas cumbuanku sambil melucuti T-shirt dan celana yang kukenakan. Dalam waktu singkat, kami sudah telanjang bulat berpacu dalam birahi yang membara. Delapan bulan kutunggu kesempatan seperti ini dan aku sudah siap. 

Kami berdua mengerang dan melenguh selepas-lepasnya karena saat itu kosan dalam keadaan kosong. Sebagian besar temanku sudah ada di kampungnya masing-masing, sementara yang lainnya pergi entah ke mana. Mungkin ketemuan sama pacar atau makan siang. Inilah untuk pertama kalinya aku melihat seorang perempuan orgasme. Virgo seperti ikan kehabisan air, menggelepar-gelepar hingga seprai kasurku kusut berantakan. Kedua tangannya bergerak ke sana kemari dan sesekali mencengkeram kuat-kuat. Matanya kadang melotot kadang terpejam. Mulutnya pun tak berhenti menganga. 

Permainan kami berakhir, tapi kedua kakinya menjepit kuat pinggangku sebagai isyarat agar aku tak mencabut dulu “senjataku” yang tenggelam di “sarungnya”. Pinggulnya masih meliuk-liuk pertanda ia masih ingin menikmati orgasmenya lebih lama lagi. Nafasku hampir putus, tapi aku puas bisa mengalahkannya.

Usia ronde pertama, kuminta pada Virgo untuk menginap di situ semalam saja dan rencana kepulanganku kuundur esok harinya. Aku sangat senang karena Virgo tak menolak. Jadilah kami seperti sepasang suami istri yang sedang berbulan madu. Setidaknya ada 10 ronde yang kami mainkan sejak siang hingga pagi hari berikutnya. Sungguh pengalaman yang sangat mengesankan. 

Virgo memberiku alamat tempat tinggal nya jika sewaktu-waktu ingin ketemuan. Namun sejak hari itu hingga aku menyelesaikan kuliahku, aku tak pernah lagi bertemu dengannya.

Seiring berjalannya waktu, aku pun mulai melupakan Virgo. Aku kembali ke kotaku, bekerja dan menikah.

Lima belas tahun lalu aku berkesempatan datang lagi ke kota X untuk melegalisasi ijazah sarjanaku sebagai salah satu kelengkapan untuk mengajukan beasiswa ke Australia. Pagi sebelum ke kampus aku menyempatkan diri singgah di rumah Virgo. Ternyata itu adalah rumah orang tuanya. Ketika aku datang, ibunya yang menemuiku. Kata ibunya, Virgo pindah tak jauh dari situ.

Kudatangi alamat yang diberi ibu Virgo. Letaknya di pinggir jalan besar. Di depan rumahnya tertera tulisan “Salon …”. Virgo tampak kaget melihatku dan buru-buru mempersilakan aku masuk. Waktu itu salon belum buka, sehingga kami bisa leluasa ngobrol. Sayang suaminya sudah ngantor, sehingga aku tak bisa berkenalan dengannya.

Menurut cerita Virgo, ia sudah menikah lagi dengan seorang pegawai bank sejak 5 tahun lalu. Sayangnya ia belum dikaruniai anak. Untuk mengisi waktu luangnya, ia membuka usaha salon yang katanya sudah bisa memberinya penghasilan sendiri yang lebih dari lumayan.

Saat ngobrol Virgo yang mengenakan T-shirt longgar dan rok jeans mini sesekali beringsut hingga celana dalamnya terlihat. Begitu pun saat menunduk di depanku untuk menyajikan teh hangat, aku melihat sepasang “gunung”nya menggelantung, “gunung” yang dulu entah berapa kali kulumat habis hingga meninggalkan bercak merah di sana-sini. Virgo bahkan menawariku untuk menunggu di kamarnya sementara ia mandi.

Itu kuinterpretasikan sebagai isyarat kalau ia masih “bisa mengulangi sejarah” bersamaku kapanpun aku ingin.

Imanku benar-benar diuji. Setan dalam hatiku tak henti-hentinya memprovokasi. “Dosamu di masa lalu sudah banyak, bung. Tak ada salahnya nambah satu dosa lagi”, kira-kira begitulah setan menggodaku. Tapi aku selalu ingat kalau aku sudah berkeluarga dan punya anak. Aku pun sudah bertekad meninggalkan segala sesuatu yang berbau maksiat sejak menikah. 

Setelah meneguk habis teh hangat yang disuguhkannya, aku minta diri karena ada urusan ke kampus. Entah benar atau hanya perasaanku saja, wajah Virgo kulihat merona merah. Entah karena malu atau kesal kutolak “ajakannya”. Tapi aku menguatkan hati untuk tak menghiraukannya. Jika berlama-lama di situ aku khawatir setan dalam diriku menang dan aku kembali terjerumus dalam pusaran nafsu birahi yang tak berkesudahan. (*)


Kumpulan Film Bokep Jepang Disini

0 komentar:

Posting Komentar

Daftar Blog Saya

Diberdayakan oleh Blogger.

Statistik